Cara Menghitung PPh 21 Untuk Karyawan – Memahami pajak penghasilan (PPh) 21 adalah kunci bagi setiap karyawan di Indonesia. Memahami seluk-beluk perhitungan PPh 21 bukan hanya soal memenuhi kewajiban negara, tetapi juga tentang mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik. Dengan pengetahuan yang tepat, karyawan dapat memastikan bahwa mereka membayar pajak yang sesuai, menghindari potensi masalah di kemudian hari, dan memaksimalkan penghasilan bersih yang mereka terima.
Panduan ini akan membahas secara komprehensif cara menghitung PPh 21 untuk karyawan. Mulai dari pengantar PPh 21, komponen penghitungan, pengurangan yang diperbolehkan, hingga penggunaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Disertai contoh kasus nyata dan studi kasus, pembaca akan dipandu langkah demi langkah untuk memahami dan menerapkan perhitungan PPh 21 dalam berbagai skenario, baik untuk karyawan tetap maupun tidak tetap.
Cara Menghitung PPh 21 Untuk Karyawan
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah salah satu kewajiban yang perlu dipahami oleh setiap karyawan. Memahami cara menghitung PPh 21 sangat penting untuk memastikan bahwa pajak yang dibayarkan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai PPh 21, mulai dari pengertian, komponen perhitungan, hingga contoh kasus perhitungan.
Tujuan dari artikel ini adalah memberikan panduan yang jelas dan mudah dipahami mengenai PPh 21, sehingga karyawan dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih baik dan memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan benar.
Pengantar PPh 21: Apa Itu dan Mengapa Penting?

Source: razorpay.com
PPh 21 adalah pajak atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan lainnya. Pajak ini dipotong langsung dari penghasilan yang diterima oleh karyawan.
Memahami PPh 21 sangat penting bagi karyawan karena beberapa alasan. Pertama, untuk mengetahui berapa besar pajak yang harus dibayarkan. Kedua, untuk menghindari potensi sanksi atau denda akibat kesalahan perhitungan atau pelaporan pajak. Ketiga, untuk merencanakan keuangan pribadi dengan lebih baik.
Dasar hukum yang relevan terkait PPh 21 di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan peraturan pelaksanaannya, seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Peraturan-peraturan ini mengatur ketentuan mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh 21.
Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21 meliputi:
- Gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan.
- Penghasilan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh orang pribadi.
- Honorarium atas jasa yang dilakukan.
- Pembayaran kepada tenaga ahli, seperti pengacara, dokter, konsultan, notaris, dan aktuaris.
- Penghasilan dari kegiatan yang dilakukan oleh bukan pegawai, seperti komisi agen penjualan, distributor perusahaan multilevel marketing, dan pedagang perantara.
Berikut adalah poin-poin penting mengenai pengantar PPh 21:
PPh 21 adalah pajak atas penghasilan karyawan. Memahami PPh 21 penting untuk menghindari sanksi dan merencanakan keuangan. Dasar hukumnya adalah UU HPP dan peraturan pelaksanaannya. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21 sangat beragam.
Komponen Penghitungan PPh 21: Penghasilan Bruto
Penghasilan bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan dalam bentuk uang atau natura (kenikmatan) yang menjadi objek PPh 21 sebelum dikurangi dengan biaya-biaya atau pengurang lainnya. Penghasilan bruto merupakan dasar untuk menghitung PPh 21.
Contoh penghasilan bruto meliputi:
- Gaji pokok.
- Tunjangan (transportasi, makan, jabatan, dll.).
- Bonus.
- Tantiem.
- Premi asuransi yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
- Uang lembur.
Berikut adalah komponen penghasilan bruto yang umum diterima karyawan:
- Gaji Pokok: Penghasilan tetap yang diterima secara rutin setiap bulan.
- Tunjangan: Tambahan penghasilan yang diberikan diluar gaji pokok, seperti tunjangan transportasi, makan, jabatan, perumahan, dll.
- Bonus: Penghasilan tambahan yang diberikan berdasarkan kinerja atau pencapaian tertentu.
- Tantiem: Pembagian keuntungan perusahaan kepada karyawan, biasanya diberikan kepada jajaran direksi atau manajemen.
- Uang Lembur: Penghasilan tambahan atas pekerjaan yang dilakukan diluar jam kerja normal.
- Premi Asuransi: Premi asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan untuk karyawan.
- THR (Tunjangan Hari Raya): Penghasilan yang diberikan menjelang hari raya keagamaan.
Untuk menghitung penghasilan bruto bulanan, cukup menjumlahkan seluruh penghasilan yang diterima dalam satu bulan. Untuk menghitung penghasilan bruto tahunan, jumlahkan seluruh penghasilan bruto yang diterima selama satu tahun.
Contoh kasus penghitungan penghasilan bruto:
Budi adalah seorang karyawan dengan gaji pokok Rp8.000.000 per bulan. Ia juga menerima tunjangan transportasi Rp500.000 per bulan dan bonus tahunan sebesar Rp12.000.000. Penghasilan bruto bulanan Budi adalah Rp8.500.000 (Rp8.000.000 + Rp500.000). Penghasilan bruto tahunan Budi adalah Rp114.000.000 (Rp8.500.000 x 12 bulan + Rp12.000.000).
Penghasilan yang tidak termasuk dalam penghasilan bruto adalah penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, seperti:
- Bantuan atau sumbangan.
- Warisan.
- Hibah.
- Pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia.
Komponen Penghitungan PPh 21: Pengurangan

Source: acclime.com
Pengurangan adalah komponen yang diperhitungkan untuk mengurangi penghasilan bruto sebelum dikenakan pajak. Pengurangan ini bertujuan untuk memberikan keringanan pajak kepada wajib pajak.
Jenis-jenis pengurangan yang diperbolehkan dalam menghitung PPh 21:
- Biaya Jabatan: Pengurangan yang diberikan kepada karyawan tetap.
- Biaya Pensiun: Iuran pensiun yang dibayarkan melalui perusahaan.
- Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP): Iuran yang dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): Penghasilan yang tidak dikenakan pajak.
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya jabatan dihitung sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan batas maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 per tahun.
Contoh kasus penghitungan pengurangan:
Budi memiliki penghasilan bruto bulanan Rp8.500.000. Biaya jabatan Budi adalah 5% x Rp8.500.000 = Rp425.000. Karena biaya jabatan Budi masih di bawah batas maksimal Rp500.000, maka biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah Rp425.000.
Perbedaan antara pengurangan standar dan pengurangan lainnya:
- Pengurangan Standar (Biaya Jabatan): Berlaku untuk karyawan tetap dan dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penghasilan bruto, dengan batas maksimal.
- Pengurangan Lainnya (Iuran Pensiun, JHT/JP): Berdasarkan jumlah iuran yang dibayarkan oleh karyawan, tanpa batas maksimal tertentu.
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
PTKP adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak. PTKP bertujuan untuk memberikan keringanan pajak bagi wajib pajak, terutama mereka yang memiliki penghasilan rendah.
Besaran PTKP terbaru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku. Perubahan besaran PTKP dapat terjadi sewaktu-waktu sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Berikut adalah tabel yang merangkum besaran PTKP berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan (berdasarkan aturan terbaru):
Status | Keterangan | PTKP (Rp) | Keterangan Tambahan |
---|---|---|---|
TK/0 | Tidak Kawin, Tidak Ada Tanggungan | 54.000.000 | Berlaku untuk lajang tanpa tanggungan. |
K/0 | Kawin, Tidak Ada Tanggungan | 58.500.000 | Berlaku untuk yang sudah menikah dan tidak ada tanggungan. |
K/1 | Kawin, 1 Tanggungan | 63.000.000 | Berlaku untuk yang sudah menikah dan memiliki 1 tanggungan. |
K/2 | Kawin, 2 Tanggungan | 67.500.000 | Berlaku untuk yang sudah menikah dan memiliki 2 tanggungan. |
Contoh kasus penggunaan PTKP dalam perhitungan PPh 21:
Andi adalah seorang karyawan lajang (TK/0) dengan penghasilan kena pajak (PKP) sebesar Rp70.000.000 per tahun. PTKP Andi adalah Rp54.000.000. PKP yang dikenakan pajak adalah Rp70.000.000 – Rp54.000.000 = Rp16.000.000.
PTKP mempengaruhi jumlah PPh 21 yang harus dibayar. Semakin besar PTKP, semakin kecil jumlah penghasilan kena pajak, sehingga semakin kecil pula PPh 21 yang harus dibayarkan. Sebaliknya, semakin kecil PTKP, semakin besar penghasilan kena pajak, sehingga semakin besar PPh 21 yang harus dibayarkan.
Cara Menghitung PPh 21: Metode dan Contoh, Cara Menghitung PPh 21 Untuk Karyawan
Metode perhitungan PPh 21 secara umum adalah sebagai berikut:
- Hitung Penghasilan Bruto: Jumlahkan seluruh penghasilan yang diterima dalam satu periode (bulan/tahun).
- Kurangi Pengurangan: Kurangkan biaya jabatan, iuran pensiun, dan iuran JHT/JP dari penghasilan bruto.
- Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP): Kurangkan PTKP dari penghasilan neto.
- Hitung PPh 21 Terutang: Kalikan PKP dengan tarif pajak progresif.
Langkah-langkah rinci perhitungan PPh 21:
- Tentukan Penghasilan Bruto: Identifikasi semua penghasilan yang diterima.
- Kurangkan Pengurangan: Hitung dan kurangkan biaya jabatan, iuran pensiun, dan iuran JHT/JP.
- Hitung Penghasilan Neto: Penghasilan Bruto – Pengurangan.
- Kurangkan PTKP: Kurangkan PTKP sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan.
- Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP): Penghasilan Neto – PTKP.
- Hitung PPh 21 Terutang: Gunakan tarif pajak progresif untuk menghitung PPh 21 terutang.
Contoh kasus perhitungan PPh 21 untuk karyawan dengan berbagai skenario:
Skenario 1: Gaji Tetap
Budi (TK/0) memiliki gaji pokok Rp8.000.000 per bulan. Biaya jabatan Rp400.000 per bulan. Iuran pensiun Rp100.000 per bulan. Tidak ada bonus atau tunjangan lain.
Penghasilan Neto = Rp8.000.000 – Rp400.000 – Rp100.000 = Rp7.500.000
PTKP (setahun) = Rp54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = (Rp7.500.000 x 12 bulan) – Rp54.000.000 = Rp36.000.000
PPh 21 Terutang (setahun): 5% x Rp36.000.000 = Rp1.800.000
PPh 21 Terutang (per bulan) = Rp1.800.000 / 12 = Rp150.000
Skenario 2: Gaji + Bonus
Andi (K/1) memiliki gaji pokok Rp10.000.000 per bulan, bonus tahunan Rp20.000.000. Biaya jabatan 5%. Iuran pensiun Rp150.000 per bulan.
Penghasilan Bruto (setahun) = (Rp10.000.000 x 12) + Rp20.000.000 = Rp140.000.000
Biaya Jabatan = 5% x Rp140.000.000 = Rp6.000.000 (maksimal)
Iuran Pensiun (setahun) = Rp150.000 x 12 = Rp1.800.000
Penghasilan Neto = Rp140.000.000 – Rp6.000.000 – Rp1.800.000 = Rp132.200.000
PTKP (K/1) = Rp63.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp132.200.000 – Rp63.000.000 = Rp69.200.000
PPh 21 Terutang (setahun): (5% x Rp60.000.000) + (15% x Rp9.200.000) = Rp4.280.000
PPh 21 Terutang (per bulan) = Rp4.280.000 / 12 = Rp356.667
Perbedaan perhitungan PPh 21 untuk karyawan tetap dan tidak tetap akan dibahas lebih lanjut.